SAY A-LOHA!!

Rahmadani Marta. Rahma or Ama or Mamatut. 16 years old. 1 SHS of Pekanbaru. Grade 11. Let's make a friend!

Wednesday, June 30, 2010

Karena Ify (Cerpen)

ASSALAMUALAIKUM!

Ini deh, cerpenku. Kalau udah baca, di komen ya! :) ada satu tokoh yang nggak aku ganti namanya. Males ngerubah judul juga sih.. enjoy!

-------------------------------------------------

BRUK!!

Aku terjatuh. Kepalaku sakit sekali. Ibu tergopoh-gopoh menghampiriku, berusaha membopongku ke kamar. Ibu membaringkanku di tempat tidur. Aku menggigit bibir, berusaha meredam sakit kepalaku yang kurasa bisa membunuhku dalam sekejap. Dalam samar penglihatanku, kulihat wajah Ibu yang panik. Kurasakan tangan lembut Ibu mengusap kepalaku. Lalu gelap sama sekali.

--------------------------------------------------

Aku membuka mata, lalu mengerjapkannya beberapa kali. Bau yang familiar menghinggapi hidungku. Bau klinik. Oh ya. Karena pingsanku tadi, ah, atau kemarin? Entahlah. Yang jelas aku berada disini karena pingsanku. Aku menoleh ke kiri. Ibu tertidur dengan lelap. Perlahan ku elus tangan Ibu. Tangan yang merawatku selama ini. Selama enambelas tahun ini.

Aku, Diandra Safira, sudah dua tahun belakangan ini mengidap kanker otak. Aku tak tau stadium berapa. Ibu yang tau. Tapi Ibu tak mau memberitauku. Entah mengapa. Aku sendiri tak mau bersusah payah membujuk Ibu untuk memberitauku. Jawaban Ibu hanya akan membuatku lebih benci kepada takdir. Ah, ya, aku memang kurang ajar. Bisa-bisanya membenci putusan Tuhan. Tapi bagaimana bisa aku tidak benci, kalau hidupku selalu berada di bawah?

Orang-orang bilang, kehidupan itu seperti roda. Kadang diatas, kadang dibawah. Tapi kurasa aku hanya sekejap saja berada di atas, dan pada akhirnya selalu di bawah. Kau pikirlah dengan logikamu, apa yang terjadi padaku selama ini. Aku anak tunggal dari sebuah keluarga yang awalnya kaya raya. Ayah adalah seorang pebisnis sukses. Ibu seorang pengusaha butik yang cabangnya sudah beredar ke seluruh Indonesia, Butik Supernova. Aku yakin kau pernah mendengarnya, dulu.

Lalu sebuah berita mengejutkanku dan Ibu. Ayah ternyata mengutang pada rekannya. Dan Ayah tak mampu membayarnya. Dia meninggalkanku dan Ibu dalam keterpurukan. Aku yakin lagi-lagi kau menilaiku kurang ajar. Aku memanggil Ayah dengan sebutan 'dia' bukannya 'beliau'. Cih, orang seperti dia tak pantas dihormati sehingga harus dipanggil dengan 'beliau'. Aku membencinya. Benci sekali.

Sekarang, aku hidup berdua dengan Ibu. Kami berhasil kabur dari kejaran rentenir. Aku dan Ibu tinggal di rumah kecil di sebuah desa terpencil. Terpaksa kami harus hidup disini. Karena kami takkan mungkin selamat kalau saja masih berada di kota. Sebulan setelah berjuang hidup di desa ini, aku merasakan sakit yang luar biasa di kepalaku. Ibu segera memeriksakanku ke sebuah klinik kecil yang dibangun oleh seorang relawan kaya. Hasilnya? Aku divonis mengidap kanker otak. Dokter bilang, hidupku hanya berkisar tiga tahun lagi, atau paling lama lima tahun. Sejak itu, duniaku yang sudah kelam makin gelap. Aku sudah tak peduli pada siapapun kecuali Ibu. Buat apa aku peduli pada yang lain? Agar dinilai baik? Hah, sudah baik pun sikapku, tetap saja roda kehidupanku bergulir di bawah. Selalu di bawah. Percuma aku berlaku baik.

"Nggg...." erangan pelan Ibu membuat lamunanku buyar. Aku menoleh pada Ibu. Ibu sudah bangun dari tidurnya. Beliau mengelus pipiku pelan, lalu tersenyum lembut. Inilah ibuku. Tak pernah berhenti tersenyum sekalipun wajah tuanya sudah tampak letih.

"Akhirnya kamu sadar, Di. Kamu pingsan seharian ini," ucapan Ibu membuatku mendongak menatap jam dinding. Benar kata Ibu. Sekarang jam lima pagi. Aku pingsan kemarin sekitar jam enam lewat lima belas menit. Nyaris seharian.

"Dia datang lagi, Di.." sambung Ibu. Aku mengernyitkan dahi. Ibu menunjuk meja di sisi kananku. Aku menoleh dan mendapati sekeranjang buah-buahan segar terletak manis disana. Aku mendengus. Dia. Seseorang yang selalu sok perhatian padaku. Fadhil.

"Jam berapa dia datang?" tanyaku pada Ibu.

"Sekitar jam pulang sekolah kemarin. Ibu ke ruangan dokter dulu ya, Di. Kamu kuat sendiri kan?" Ibu beranjak dari kursi. Aku mengangguk sekilas. Ibu berjalan keluar dari kamar. Aku menyandarkan diri di bantal. Menghela napas.

Fadhil. Teman sekelasku di satu-satunya SMA di desa ini. Sejak hidupku mulai berubah, aku selalu menutup diri pada siapapun kecuali Ibu. Karena sifatku itu, seluruh teman sekelas, bahkan teman sekolahku, selalu menjauhiku. Mereka menganggapku anak aneh. Aku sih tak ambil pusing. Toh aku juga tak mau repot-repot berteman. Tapi.. Fadhil berbeda. Dia perhatian padaku. Tapi opiniku sih, dia hanya sok perhatian. Bayangkan saja. Fadhil kan ketua OSIS, dan termasuk remaja lelaki paling populer di sekolah. Bahkan di desa. Tak mungkin orang tenar seperti dia perhatian padaku. Palingan, dia hanya ingin menjaga image nya sebagai orang paling ramah di desa. Ya, pasti seperti itu.

KLIK.

Ibu kembali memasuki kamar. Beliau duduk di sampingku.

"Ntar jam enam kamu udah boleh pulang, Di. Abis pemeriksaan jam setengah enam nanti, limabelas menit lagi," kata Ibu. Aku mengangguk. Ah, kalian pasti heran. Aku kan kena kanker, mengapa tidak kemo? Jawabannya simpel: aku tidak mau. Padahal klinik ini mempunyai semua fasilitas untuk kemo. Tapi aku rasa percuma. Cepat atau lambat, di kemo ataupun tidak, ajal akan menemuiku kan? Aku tak ingin membebani Ibu dengan mengeluarkan biaya tambahan untuk kemo.

-----------------------------------------------

"Bisa kubantu, Dian?" suara halus itu membuatku menoleh. Ah. Fadhil. Aku kembali fokus pada bukuku.

"Tidak, terima kasih," tolakku datar.

"Kalau kau tidak bisa mengerjakan soal itu, aku bisa membantumu," katanya lagi. Aku menghela napas.

"Tidak usah, Fadhil," tolakku lagi. Tanpa menoleh.

"Dian, aku.." belum selesai ia berkata, sudah kupotong dengan bentakan.

"Bisakah kau tidak menggangguku?! Kalau memang kau mau membantu, diamlah! Aku terganggu!" bentakku. Para cewek di kelasku mencibir. Mereka pasti berpikir aku tak tau terima kasih. Biarlah. Memang aku peduli?

Aku kembali fokus pada soal Matematika yang luar biasa ajaib itu. Ah! Mengapa aku tak bisa mengerjakannya sih?! Biasanya aku cukup lancar dalam mengerjakan Matematika.

"Caranya salah. Duanya dikalikan dulu dengan lima, baru ditambah tujuh." Sebuah suara lembut menyentakku. Aku mendongak. Mendapati wajah tirus yang asing sedang tersenyum padaku.

"Kau Dian, kan? Aku murid baru, Ify." Gadis itu menyodorkan tangannya padaku. Aku hanya melirik sekilas tanpa menyambut tangannya. Gadis itu menarik tangannya kembali.

"Kapan kau datang?" tanyaku. Rasanya tidak ada murid baru hari ini. Apa aku yang terlalu cuek? Gadis di depanku tersenyum.

"Tadi pagi. Aku sudah memperkenalkan diri, lho. Apa kau sebegitu cueknya? Haha, aku bercanda," ia tergelak. Dahiku mengernyit. Ceria sekali tampaknya anak satu ini? Bahkan setelah kucueki.

"Maaf. Terimakasih atas bantuanmu tadi," kataku. Ify tersenyum lalu mengangguk. Ia membalikkan badan, menghadap ke depan. Aku mencoba mengerjakan soal ajaib itu dengan cara Ify. Ah. Ketemu jawabannya. Ternyata Ify cerdas.

Bel istirahat berbunyi. Kelas segera sepi karena murid kelasku berlarian ke kantin. Tinggallah aku dan.. siapa ya? Entahlah, aku tak memperhatikan. Aku melongok ke laci, meraih kotak bekalku, lalu meletakkannya di atas meja. Sejurus kemudian aku membelalak kaget karena menemukan wajah di depanku. Ify.

"Hehehe, sori ya kau jadi kaget. Eh tapi wajah kagetmu itu lucu sekali! Hahahaha," Ify tergelak. Aku merengut sesaat. Aku kan tak pernah memasang wajah kaget di depan orang! Baru kali ini! Dan aku sudah menuai malu.

"Hihihi.. maaf, Di. Aku kalo ketawa terkadang memang menjengkelkan. Maaf yaa.. eh, kau tidak ke kantin?" tanya Ify. Aku menggeleng sambil menunjuk kotak bekalku. Ify manggut-manggut. Sedetik kemudian ia sibuk mengorek isi tasnya, dan mengeluarkan kotak bekalnya. Ia meletakkan kotak bekal itu di mejaku. Ia memutar bangkunya, menghadapku. Sekarang kami duduk berhadapan. Aku mengernyit. Jujur saja, aku agak terganggu. Dia mengganggu hidupku yang sendiri.

"Makan bareng boleh yaaa?" tanyanya. Aku hanya mengedikkan bahu. Lalu mulai menyantap bekalku. Begitu pula Ify. Kami makan diselingi celotehan Ify. Tapi aku hanya diam. Selesai makan, aku mencari botol minumku. Loh? Kok tidak ada?

"Ini, minum saja. Kau lupa bawa ya?" Ify menyorongkan botol minumnya. Ah, aku tak suka menggunakan milik orang lain. Sekalipun bukan aku yang meminta.

"Tak usah," tolakku.

"Minum saja. Tak apa-apa," tawarnya lagi. Aku menggeleng.

"Aku.. ada penyakit. Dari pada kau tertular lebih baik tak usah," kataku. Bibir Ify membulat.

"Oo.. jadi bagaimana kau minum?" tanyanya. Aku mengedikkan bahu. Lalu tiba-tiba saja..

"Ini minum untukmu, Dian." Suara itu. Siapa lagi kalau bukan Fadhil. Dia menyodorkan sebotol air mineral. Aku menatapnya dingin. Dia ini.. memang bebal. Tak bisa dilarang sekali dua kali.

"Tidak, terima kasih," lagi-lagi aku menolak. Tapi Fadhil sudah kebal dengan penolakanku. Ia meletakkan botol itu di hadapanku.

"Ambil saja," perintahnya tegas. Aku menghela napas. Biarlah kuterima pemberiannya kali ini. Cukup kali ini saja. Aku membuka segel dan tutup botol, kemudian meminumnya. Aku menoleh ke kiri, ke arah Fadhil.

"Terimakasih," ucapku pelan. Fadhil tersenyum. Manis sekali. He? Kok mendadak panas ya? Rasanya wajahku menghangat. Apa memang suhu sedang naik? Entahlah. Aku menolehkan kepalaku pada Ify. Dia sedang memperhatikan Fadhil yang tengah membaca buku. Tatapan Ify.. berbeda. Ah, kurasa aku mengerti. Tapi kuputuskan untuk tidak ikut campur.

"Dian.. aku baru menyadari sesuatu.." mendadak Ify berbisik padaku. Aku mengangkat sebelah alis. Ia memainkan tangannya, menyuruhku mendekat. Aku hanya memandang datar. Akhirnya Ify memajukan badan. Mungkin gemas padaku yang tak kunjung mendekat. Ify berbisik di telingaku.

"Fadhil itu manis sekali ya.." Nah, kan. Sudah kuduga. Pasti Ify merasakan sesuatu pada Fadhil. Ify menarik wajahnya dari telingaku. Kulihat wajahnya memerah. Sebuah perasaan aneh muncul di hatiku. Perasaan asing. Perasaan seperti ingin menggoda Ify. Hei, ada apa ini? Bukankah aku tak pernah peduli pada orang lain?

"Dian, nanti aku kerumahmu ya?" Ify meminta izin. Ya ampun. Ify mirip sekali dengan Fadhil. Suka menggangguku.

"Ngapain?" tanyaku.

"Ada yang mau kubicarakan. Ya ya ya?" paksanya. Aku menghela napas. Lalu perlahan mengangguk, membuat wajah gadis di depanku berseri.

"Hore! Nanti ya, Di! Janji loh!" katanya. Nadanya menekan tiap kata. Aku hanya bisa menghela napas. Lagi.

-------------------------------------------------

"Jadi? Kau memang dekat dengan Fadhil ya, Di?" tanya Ify. Oh, ya Tuhan.. ini sudah ke empat kalinya Ify bertanya hal yang sama sejak ia duduk manis di kamar tidurku! Aku merapatkan gigi.

"Nggak, Ify....." jawabku dengan gigi mengatup. Ify meraih bantalku lalu memeluknya.

"Kau selalu bilang nggak. Tapi sikap Fadhil padamu berkata iya," katanya. Aku mendengus. Tuh kan! Pada akhirnya sikap Fadhil membawa dampak buruk padaku.

"Oke, Ify, aku jelasin ya. Jarang-jarang aku mau ngomong banyak. Demi kau nih. Aku, sama Fadhil, sama sekali ga deket. Sama sekali nggak. Tapi gatau kenapa, si Fadhil itu selalu sok perhatian padaku. Kau tau kan, Fy, dia itu populer sebagai anak yang ramah, baik, dan pintar. Makanya, dia pasti sok perhatian demi menjaga image nya itu," jelasku panjang lebar. Ify terlihat berpikir.

"Ah! Aku tau sekarang!" Ify menjentikkan jarinya yang kurus. Aku mengernyit. Heran.

"Fadhil pasti menyukaimu, Dian!" katanya, dengan nada seolah-olah aku orang paling beruntung sedunia. Aku menepuk jidatku. Ify! Betapa aku harus ekstra sabar dalam menghadapimu!

"Ify... kan sudah kubilang! Fadhil itu hanya menjaga image nya sebagai orang ramah sedesa! Masa kau ngga ngerti juga?!" gerutuku kesal.

"Apapun yang kau katakan, aku tetap beranggapan Fadhil menyukaimu. Tapi, aku menyukai Fadhil. Jadi, aku akan melakukan segala cara untuk merebut perhatian Fadhil!" kata Ify, penuh semangat. Aku mengambil bantal lalu menutup wajahku, lalu berteriak histeris. Susahnya menghadapimu, Ify!

-----------------------------------------------

"Pagi, Dian! Pagi, Fadhil!" teriak Ify, begitu ia memasuki kelas. Aku mendongak sejenak dari novelku, lalu fokus kembali pada buku berjudul "Beautiful Stranger" itu.

"Pagi, Ify," balas Fadhil. Aku melirik Ify. Wajahnya berseri-seri. Ia mendatangiku lalu berbisik di telingaku.

"Lihat, sudah ada kemajuan kan, Di?" bisiknya. Aku melengos. Lalu tanpa sadar bibirku melengkung membentuk senyum kecil. Tapi segera kuhapus. Ada apa ini? Masa aku semudah ini mengumbar senyum?

Tak lama kemudian, Miss Winda memasuki kelasku, dan mengajarkan materi hari ini.

PLUK!

Sebuah gulungan kertas mendarat di mejaku. Aku mengamati sekeliling. Siapa yang mengganggu waktu belajarku, sih? Aku menggeram kesal, lalu membuka gulungan kertas itu.
kamu udah lebih banyak tersenyum. aku jadi tambah suka.
-seseorang yang sedari dulu mencintaimu-

Aku mengerutkan kening. Tampaknya surat ini salah dilempar. Aku meremas kertas itu, lalu membuangnya ke dalam laci, dan kembali memperhatikan Miss Winda.

---------------------------------------------

Uh, pagi ini dingin sekali. Aku merapatkan jaketku dan masuk ke dalam kelas. Kelas sepagi ini, hanya ada Fadhil, seperti biasa. Aku duduk di bangkuku, dan memeriksa laci. Sepertinya novelku tertinggal semalam. Soalnya, aku telah memeriksa tasku, tapi novel itu tidak kutemukan.

Aku melongok ke dalam laci, dan.. ah! Itu dia! Benar kan, tertinggal disini. Aku meraih novel itu dan meletakkannya di atas meja, lalu mulai membuka halaman demi halaman. Sampai pada halaman tengah, mataku tertumbuk pada selembar amplop putih. Apa ini? Aku merobek amplop itu, dan mengeluarkan isi dalamnya. Sebuah surat. Singkat saja kata-katanya.
dirimu disana. mengusik sukma
tanganku melambai. namun bayangmu tak tergapai

Hanya itu. Tak ada nama pengirim. Aku membolak-balikkan surat dan amplop. Nihil. Si penulis benar-benar tidak mencantumkan identitasnya. Aku menghela napas. Mencoba untuk tidak peduli.

"Dian.." panggil seseorang di sebelahku. Fadhil, tentu saja. Siapa lagi. Aku menoleh, tanpa menjawab.

"Itu.. aku.. eh.." Fadhil terlihat gugup. Dia.. Fadhil kan? Cowok papan atas di sekolah dan di desa. Dia.. gugup? Atas dasar apa? Aku tetap menatap Fadhil. Matanya yang berputar demi menghindari tatapanku sebenarnya menggelikan. Aku ingin tertawa, tapi gengsi.

"Aku.. surat itu.." katanya lirih. Surat? Surat apa? Aku melirik surat yang kugenggam. Mungkinkah..? Aku kembali menatapnya tajam. Kalau benar Fadhil yang mengirimkan surat ini, ah, cukuplah! Cukuplah dia mengganggu hidupku! Cukuplah aku bersabar!

"Aku.." katanya lagi. Aku mempertajam telinga. Suaranya makin pelan.

"PAGI, DIAN, FADHIL!!" teriakan khas itu bergema di kelas yang masih sepi. Aku menoleh ke pintu. Ify.

"Pagi, Fy," balasku. Entah kudapat darimana mood membalas sapaan Ify. Mungkin aku membutuhkan pengalihan perhatian dari surat tadi dan Fadhil yang menyebalkan itu? Entahlah.

"Pagi, Ify.." balas Fadhil. Suaranya sudah normal kembali.

"Dian, ikut aku keluar yuk? Ada yang mau aku omongin. Sebentar," ajak Ify. Aku menurut saja. Ify keluar dari kelas, aku mengikuti.

"Kau udah baca surat dari Fadhil?" tanya Ify. Langsung. Tanpa embel-embel. Aku tersentak.

"Surat? Surat apa?"

"Diaaaaaan, my dear.. aku tau kau menemukan surat itu. Tadi kulihat ada kertas beserta amplop di mejamu. Sudah kau baca kah?" tanyanya lagi.

"Surat itu.. dari Fadhil?" tanyaku memastikan. Ify tersenyum lebar.

"Ya! Sudah baca kan?" desak Ify.

"Sudah. Jadi surat itu beneran dari Fadhil?" tanyaku lagi.

"Err.. sebenarnya tidak juga," jawab Ify. Ha? Ada apa lagi ini?

"Jadi dari siapa? Ayolah, Fy, jangan bertele-tele begitu!" geramku.

"Hehehe.. santai, Di. Sebenernya, surat itu aku yang tulis. Dan aku mengirimnya untukmu atas nama Fadhil," terang Ify. Apa?! Aaaaaaaargh! Ify ini benar-benar berlaku seenaknya saja! Belum sempat aku membentaknya, Ify sudah berkata hal lain.

"Tau ga, Di? Aku juga mengirimkan surat atas namamu pada Fadhil," kata Ify sumringah. APA?! Ya Tuhaaaaaan.. Ify mengatakan hal itu dengan santainya, tidak sadarkah ia sudah membuat hidupku tidak tenang?!

"Ifyy!!! Atas dasar apa kau membuat surat-surat itu?!" seruku, frustasi.

"Dian, harusnya kau senang bukan? Kau menyukai Fadhil, kau mendapat surat atas nama Fadhil. Fadhil menyukaimu, dia mendapat surat atas namamu. Seharusnya kau dan Fadhil senang," ujar Ify. Bah! Enteng sekali dia mengatakannya!

"Ify! Aku tidak..." belum selesai aku berkata, terdengar suara lain yang masuk ke dalam percakapan kami. Fadhil.

"Ify.. jadi kau yang mengirimkan surat ini?" Fadhil mengacungkan sebuah amplop. Oh, apakah itu yang membuat Fadhil gugup sambil menyebut-nyebut surat? Surat itu yang menyebabkannya? Ify tersenyum lebar, menampakkan behel warna warninya.

"Ah, Fadhil! Kau juga sudah membacanya?" tanya Ify. Fadhil mengangguk pelan.

"Fy.. jadi apa maksudmu mengirimkan surat-surat ini? Untuk membuat aku dan Dian saling berselisih paham atau bagaimana?" tanya Fadhil, sedikit membentak, meminta penjelasan. Tiba-tiba Ify menunduk. Entah kemana hilangnya keceriaan Ify. Fadhil menghela napas.

"Baiklah, Ify. Mungkin kau tak ingin menjelaskannya disini. Selain sekolah sudah ramai, aku rasa ada sesuatu yang menekan batinmu. Kita bicarakan ini seusai sekolah. Tak perlu jauh-jauh, di kelas saja," ujar Fadhil. Ia menatapku sekilas, lalu masuk ke dalam kelas. Aku mengedarkan pandangan. Benar saja, sekolah sudah ramai rupanya. Ify berjalan lesu melewatiku, masuk ke dalam kelas. Ada yang aneh. Ify terlihat sangat sangat lemas. Padahal saat berbicara denganku tadi, dia ceria-ceria saja. Apa karena Fadhil yang menghardiknya tadi? Ah, tidak.. selama ini aku membentaknya, tapi dia biasa saja. Dia kan memang bebal. Jadi karena apa dong?!

Ah, aku jadi pusing sendiri. Lebih baik aku masuk ke kelas saja, daripada memikirkan hal ribet ini.

----------------------------------------------

"Jadi, Ify, jelaskanlah maksudmu mengirimkan surat-surat itu, atas nama aku dan Dian," kata Fadhil. Lembut tapi tegas. Ify menunduk, sambil memainkan tangannya.

"Aku.. aku tau kau menyukai Dian, Dhil.." Ify memulai, lirih. Fadhil menghela napas. Aku menatap Fadhil sesaat. Benarkah?

"Baiklah. Kau benar. Lalu?" Fadhil membenarkan pernyataan Ify. Membuatku tersentak dan pipiku memanas.

"Aku juga tau bahwa Dian menyukaimu, Fadhil.." sambung Ify. Mata Fadhil membelalak, lalu ia menatapku. Aku terkejut.

"Ify?! Aku tak pernah bilang begitu kan?!" kataku. Ify mendongakkan kepala. Menatapku.

"Dian.. jangan bohongi perasaanmu. Aku tau selama ini kau pasti senang dengan perlakuan Fadhil padamu, meskipun kau selalu membalasnya dengan bentakan dan penolakan. Semua itu tergambar di matamu, Di.." ujar Ify. Aku mengernyit. Aku? Suka pada Fadhil? Tidak!

"Dian.. ingatkah kau saat Fadhil memberimu minum beberapa hari lalu? Saat Fadhil tersenyum? Wajahmu memerah, Di. Itulah tandanya kau menyukai Fadhil. Selama ini kau hanya menutupi hatimu. Buka hatimu untuk Fadhil, Dian.." sambungnya. Aku berpikir sejenak.

Selama ini Fadhil selalu berbuat baik padaku, sekalipun balasanku tak pernah manis. Tapi.. terus terang. Ada yang menghangat dihatiku kala Fadhil berbuat seperti itu. Ada yang menghangat di pipiku bila Fadhil tersenyum. Dan perasaan seperti itu rasanya muncul saat Ify mulai dekat denganku.

"Dian? Benar apa kata Ify?" tanya Fadhil. Nadanya agak mendesak. Aku hanya terdiam. Tetap larut dalam pikiranku.

Apakah.. Ify yang selama ini berusaha membuka hatiku? Agar aku bisa menerima kehadiran Fadhil? Agar aku bisa tau bahwa aku sebenarnya menyukai Fadhil? Tunggu.. rasanya aku mulai mengerti mengapa Ify mendadak lesu. Apakah dia selama ini berusaha melupakan perasaannya pada Fadhil, demi memperjuangkan kisah cintaku dan Fadhil? Jadi.. apakah dia lesu karena sudah tak mampu lagi menahan perasaan sakit hati ketika aku dan Fadhil ternyata memang saling menyukai?

Mendadak kepalaku sakit. Sakit sekali. Aku terjatuh. Pingsan.

-------------------------------------------------

"Dian? Diaaaan?!" sebuah suara berhasil mengembalikan kesadaranku. Aku membuka mata, walau berat. Dapat kulihat Ibu, Ify, dan Fadhil mengerubungiku. Mata Ibu dan Ify basah. Mereka menangis. Karena aku. Sedangkah mata Fadhil berkaca-kaca.

"I.. bu? I.. I.. Ify? Fa.. dhil?" kataku pelan. Lirih. Terputus-putus. Mengapa aku jadi sulit ngomong seperti ini?

"Iya, Di! Ini Ibu, Sayang!" sahut Ibu. Tangannya mulai membelai kepalaku. Ify menggenggam tanganku.

"Diaaan... kau kenapa?! Apakah ini gara-gara aku?!" tanya Ify. Aku tersenyum dan menggeleng pelan.

"I.. bu.. bisa tinggalkan aku.. hh.. dengan Ify dan Fadhil?" pintaku pada Ibu. Ah, aku jadi sulit bernafas, meski omonganku mulai lancar. Ibu mengangguk lalu pergi dari kamar rumah sakit. Meninggalkan aku, Ify, dan Fadhil. Aku menatap satu-satu wajah temanku itu. Ah, tidak. Sahabatku.

"Ify.. kau udah tau aku sakit apa?" tanyaku. Ify mengangguk. Butiran bening meluncur lagi di pipi tirusnya.

"Aku yang ngasih tau, Di. Semoga kau ngga marah.." ujar Fadhil pelan. Aku tersenyum.

"Ify.. terimakasih sudah.. hh.. sudah membuka hatiku.. hh.. aku tau sekarang.. kalau aku.. hh.. kalau aku menyukai Fadhil.. hh.. pernyataanmu benar, Ify.." kataku. Dadaku sesak.

"Kau menyadarinya kan, Di? Kau memang menyukai Fadhil kan, Di?" tanya Ify. Aku mengangguk, lalu tersenyum pada Fadhil. Fadhil menatapku tak percaya.

"Benarkah itu, Dian? Benar kau menyukaiku? Kalau begitu.. bisakah kita menjadi sepasang kekasih?" tanya Fadhil beruntun. Ia tersenyum lebar sekali. Tapi senyum itu hilang tatkala aku menggeleng.

"Ngga bisa.. hh.. ngga, Dhil.. waktu aku.. hh.. udah ga lama lagi.. hh.. ga akan bisa.." ujarku. Air mata mulai menetes satu-satu dari ujung mataku. Fadhil dan Ify terperangah memandangiku.

"Apa-apaan sih, Di? Kenapa kau bilang begitu?" kata Ify.

"Waktuku memang tak banyak lagi.. hh.. aku bisa.. hh.. bisa merasakannya.." ujarku lagi.

"Dian! Aku baru saja mengetahui perasaanmu! Secepat ini kau tinggalkan aku?!" sahut Fadhil. Air mata mengalir di pipinya yang hitam manis.

"Siapa yang bilang.. hh.. aku akan meninggalkanmu? Aku kan.. hh.. aku sayang padamu.. hh.. bagaimana bisa aku meninggalkanmu?" kataku sambil memandangi wajah Fadhil yang tampan.

"Aku akan terus.. hh.. terus bersamamu.. hh.. tapi tidak dalam jasad bernyawa.. hh.. aku akan selalu ada.. hh.. di hatimu.. dan hati Ify.." sambungku. Air mata Fadhil menderas. Aku menoleh pada Ify.

"Ify.. hh.. kau menyukai Fadhil kan? Bahagiakan.. hh.. bahagiakan Fadhil untukku. Untuk sahabatmu ini.. hh.." kataku pada Ify. Ify menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan tangis. Tapi toh dia tak sanggup membendungnya. Air mata Ify pecah.

"Dian.. jangan ngomong gitu, Di... aku sayang padamu, Dian!" jerit Ify histeris. Aku tersenyum.

"Aku juga menyayangimu.. hh.. pada Fadhil juga.. hh.. tapi aku sudah tak kuat.. lagi.." aku masih mencoba berkata-kata.

Fadhil menyodorkan tangannya. Membelai pipiku lembut. Mengusap airmataku. Aku tersenyum.

Lalu jantungku berhenti berdetak.

--------------------------------------------------

the end. ga seru kan ya kan ya kan? maklumin aja, penulis amatiran cuy -,- oh iya, baidewai judulnya itu pas ga sih sama ceritanya? aku ga pandai milih judul sih -_- oh iya, endingnya itu aku contek dari novel A Life (lupa karangan siapa). tapi endingnya doang kok! beneran! cuma kalimat terakhir aja. err.. penutupnya segini aja deh. bye~

WASSALAMUALAIKUM!


cheers,

Rahma

DUNIA TULIS MENULIS

ASSALAMUALAIKUM!

Hi all. Setelah melihat-lihat postingannya Anind di blognya, saya juga jadi pengen ngepost tentang dunia tulis menulis, menurut pandangan saya, hehehe.

Saya udah jatuh cinta pada dunia ini sejak SD. Di SD itu, saya mulai coba-coba mengetik sebuah novel. Novel yang saya ketik waktu itu, sudah sampe 3 bab loh. Tapi sayangnya, novel tersebut gagal diselamatkan sebelum komputer saya dikasihin sama orang lain. Huhu. Saya juga ingat, saya pernah menulis cerpen tak jadi dengan judul "Dua Hati yang Terkait". Ish, sumpah, judulnya norak! Ya.. maklumin aja. Itu ide anak kelas 6 SD yang beranjak ke kelas 1 SMP -_-"

Dan novel maupun cerpen saya waktu itu, selalu menggunakan karakter cowok ganteng-tinggi-pintar-pebasket. Emang, saya terpengaruh pada novel DeaLova yang baru saya baca pada zaman itu.

Sekarang, saya masih rajin menulis karya. Apalagi sejak saya menemukan website idolaciliklovers.ning.com. Disana, saya mencoba-coba menulis cerita.

Cerita pertama saya, dalam format cerbung. Judulnya "Aku, Kamu, dan Dia Itu Satu", ber genre drama. Sekarang masih ngegantung di part 11. Sumpah, saya bingung mau gimana lanjutannya -_-" <-- penulis amatiran

Cerita kedua, masih dalam format cerbung, judulnya "Nama Gue Alvin dan Gue Ganteng Banget", ber genre komedi romantis. Alhamdulillah, cerbung yang ini berhasil saya selesaikan *sujud syukur*. Terdiri atas 10 part plus special part.

Cerita ketiga, lagi-lagi dalam format cerbung, judulnya "Hai, Nama Gue Deva!", ber genre komedi romantis. Saya emang ga pintar dalam memilih judl. Liat aja, judul cerbung saya pasaran gitu -_-. Cerbung yang ini masih ngegantung di part 7, karena otak saya abis diperas buat nyari lawakan.

Cerita keempat, format cerpen. Judulnya "Kematian: Ucapanmu, Doamu". Terinspirasi dari teman saya yang baru saja menghadap Yang Kuasa. Rest in peace, friend :')

Cerita kelima, format cerpen. Judulnya "Karena Ify". Menurut saya ini kurang memuaskan sih. Tapi yasudahlah, udah jadi ini. Hehehe.

Karya-karya saya diatas, menggunakan nama-nama anak Idola Cilik. Karena syarat membuat cerita di ICL, harus pake nama mereka.

Selain cerita-cerita itu, saya masih punya beberapa plot cerita. Beberapa sudah saya ketik, dan beberapa lagi hanya saya tulis plotnya, tinggal mengembangkan saja.

NAH! Mengembangkan cerita itulah yang sulit! Kita harus pandai-pandai memilih kata, majas, dan sebagainya. Saya, yang notabene penulis amatiran, tentu saja merasa amat sangat sulit. Tapi, itulah resiko saya jikalau ingin menulis sebuah cerita. Dan saya harus menerima resiko itu.

Sekian deh cerita dari saya. Err.. abis ini saya mungkin akan mengepost cerpen-cerpen saya yang saya tulis diatas. Cerpen loh ya. Bukan cerbungnya. Tapi sebelumnya akan saya ganti namanya. Karena disini kan bersifat umum. Okay? Hehehehe.


WASSALAMUALAIKUM!


cheers,

Rahma

PKL KE TEMBILAHAN (Part 2)

Ini sambungannya hehehe.. *gapenting*

Terus, perjalanan dilanjutkan sampai penginapan. Wiw, kita udah ribut aja, siapa yang mau sekamar, dan siapa yang ntar mandi duluan. Secara badan kita udah lengket aja gitu loh. Rambut lepek lagi. Parah deh. Akhirnya saya memutuskan untuk sekamar dengan Iche, Sathia, Rani, dan Icha. Kami tergolong nekat itu sekamar berlima. Karena nginep nya di wisma bukan hotel. Ha ha miris ya --"

Tiba di penginapan, kita langsung tepar semua. Terus pada mandi satu-satu. Mulai terjadi keanehan disini. Di kamar mandi, terdengar suara-suara seperti teriakan, bunyi hewan, dan sebagainya. Kita berpendapat itu adalah suara rumah sebelah. Lalu, Sathia berkata bahwa ia mendengar suara televisi dari kamar sebelah kanan, kamarnya Ubai dkk. Kami berpikir, pastilah mereka menghidupkan tivi dengan volume kuat.

Pas kita udah selesai mandi semua, ada ketukan di pintu. Eh pas dibuka, ngga ada siapa-siapa. Kita udah mulai takut aja. Tapi tetap mencoba positive thinking dengan berpikir bahwa ketukan itu ada hasil keisengan kamar sebelah. FYI, kamar sebelah kanan dihuni oleh Ubai, Razif dan Yudha; sedangkan di sebelah kanan Ezra dkk.

Tersangka pertama adalah, kamar sebelah kanan, karena mereka sekelas dengan kami, jadi keisengan antara kami adalah hal yang biasa. Tersangka kedua, tentu kamar sebelah kiri. Kami tidak terlalu mencurigai mereka, karena mereka beda kelas dan kami juga tidak terlalu akrab. Palingan hanya Sathia yang satu SMP dengan Ezra dulunya. Kami mencoba bertanya pada Ubai dkk. Mereka menjawab "Bukan kami" dengan tampang meyakinkan. Setelah ditanya pada tersangka kedua a.k.a Ezra, dia menjawab "bukan". Kami ketakutan. Tapi akhirnya... si Ezra ngaku juga. KAMPRET! Akhirnya permainan ketuk-pintu-langsung-lari menjadi trend di wisma lantai atas.

Oh ya. Kami juga bertanya pada Ubai dkk, soal televisi yang mereka hidupkan kuat-kuat itu. Ternyata, saat Sathia mendengar itu, Ubai dkk sedang tidak ada di kamar. Mereka semua keluar. Dan televisi dimatikan. So.. suara televisi mana itu?

Malam itu kami diajak makan malam sama Bupati Tembilahan. Lumayan, makanannya enak-enak, hehehe. Tapi berhubung saya ga kuat pedas, jadi cuma makan dikit. Huhu kasiaaan deh saya. Di rumah makan ini saya dilanda heart attack, karena ada kucing yang ikutan makan di dekat kita. Aww, saya kan phobia berat sama kucing. Akhirnya teman saya menjadi tameng buat saya. Tapi tetep, saya makan ga tenang.

Habis makan, si Bupati nyanyi-nyanyi gitu bareng guru. Kita udah bosan aja, akhirnya mutusin keluar rumah makan, dimana orang-orang pada nobar bola. Waktu itu Italia versus New Zealand, kalau tidak salah. Abis dari rumah makan, kita langsung pulang ke penginapan. Dan terjadilah permainan ketuk-pintu-langsung-lari, lagi.

Oh ya, selain permainan ketuk-pintu-langsung-lari itu, ada juga permainan "Mamatut". Err.. Mamatut adalah suatu random word yang di ciptakan oleh Rani. Rani, kami panggil dengan Mamatut Bos atau Mamatut Asli. Sedangkan Ezra, kami panggil dengan Mamatut Sebelah atau Mamatut Tetangga. Kami sendiri kadang saling memanggil dengan Mamatut 1, Mamatut 2, dan seterusnya. Waw, berasa agen loh. Ah, abaikan paragraf ini.

Malam itu, Rani berencana membuat video "Alone in The School Part 5". FYI, Alone in The School adalah suatu video yang diciptakan oleh Heyder. Pertama dibuat saat latihan ED malam-malam. Dan.. emang ada kejadian aneh saat merekam itu. Rekamannya ga bisa ditonton, tapi hanya beberapa detik. Setelah itu normal kembali. Ada juga yang di-skip. Yah.. gitu deh. Balik ke Rani. Tapi ternyata si Rani udah ngantuk duluan dan.. dia tewas tertidur. Yee! Omdo mah.

Esok paginya (Senin), kami diundang ke kantor Bupati. Sejak awal, guru-guru udah mengingatkan untuk menjaga wibawa sekolah. Tapi.. sepertinya saya dan kawan-kawan ga bisa melaksanakan amanat dari guru kami tercinta. Saya dan Sathia, saat wakil dari bupati menjelaskan ini itu, malah membuat menara dari kotak makanan dan gelas aqua. Freak? Yeah.. maybe.

Setelah dadah-dadahan pada Bupati yang pergi menaiki helikopter, kami langsung menuju SMAN 1 Tembilahan. Disana kami disuguhi pentas menarik dari siswa-siswi nya. Dari SMAN 1 Tembilahan, kami melaju ke Pantai Solop. Namun sebelumnya kami harus menaiki speedboat, untuk menyeberangi lautan. Sampai di Pantai Solop, kami hanya bermain sebentar, makan siang, lalu balik lagi ke Tembilahan. Sungguh melelahkan. Kami pulang ke penginapan, dan langsung mandi.

Setelah solat Magrib, kami semua pergi ke PJ (Pasar Jongkok). Yah.. semacam pasar emperan gitu. Oh ya. Ada satu fakta yang kami temukan. Di sebelah penginapan kami, tidak ada rumah warga. Yang ada hanya lapangan kosong. So.. suara siapa dan apa yang kami dengar di kamar mandi?

Di PJ, Iche membeli jam tangan untuk adikknya, sedangkan Sathia membeli jilbab untuk ibunya. Saya? Tidak beli apa-apa. Karena saya ga bisa belanja tanpa mama saya, hohoho.

Nah, puas belanja, kami balik lagi ke penginapan. Karena besok jadwalnya kami pulang, di jalan kami singgah untuk membeli snack buat dimakan di bus. Sampailah kami di penginapan. Kami kembali bermain ketuk-pintu-langsung-lari. Dan untuk mengabadikan, kami berfoto-foto sejenak. Malam mulai larut, kami memutuskan untuk tidur.

Saya sudah menutup mata, tapi masih terjaga. Alias tidur ayam. Saya mendengar dengan jelas, Rani berkata, "Aku mau Alone in The School ah,". Lalu saya juga membuka mata sedikit, dan melihat Rani berjalan memutari kamar kami. Lalu terdengar pintu kamar dibuka. Rani keluar kamar rupanya. Nah, sejak itu, tidur saya sudah hampir pulas. Dan tiba-tiba..

DUK DUK DUK! Jendela kamar kami diketuk keras sekali. Saya terbangun. Sathia yang sudah pulas pun terbangun, ia marah-marah. "Siapa sih yang ganggu malam-malam?!". Lalu Sathia membuka pintu, dan ternyata yang mengetuk jendela tadi Rani. Rani berkata bahwa pintu kamar terkunci. Nah loh. Padahal, kami udah tidur semua. Rani keluar kamar, meninggalkan kami yang sudah hampir pulas semuanya. So.. siapa yang ngunci? Sampai, situ, saya tidur dan tak bangun-bangun sampai jam 6 pagi.

Selasa pagi. Waktunya pulang. Kami bergantian mandi. Saat itulah, Rani bercerita bahwa ia terkunci DUA KALI di luar. Dua kali? Yang saya tau hanya sekali. Rani merengut heran. Dia bercerita...

"Kemaren, aku terkunci dua kali. Pertama, pas aku keluar kamar, pas mau masuk, eh kekunci. Terus aku gedor-gedor jendela. Sathia bangun, marah-marah, terus bukain pintu. Aku masuk kamar. Aku ga dengar ada yang ngunci pintu tadi. Terus, jam 12an, aku keluar lagi. Karna ada ribut-ribut di bawah, rupanya kakak kelas pada ngasih surprise buat Kak Ulfa yang ulang tahun. Pas aku naik lagi, pintu terkunci lagi. Aku gedor-gedor pintu sama jendela, ga ada yang bukain pintu. Akhirnya Vero, Bang Awi, Gilang, sama Ejak datang. Nanya ngapain aku di luar. Aku bilang aku kekunci. Mereka bantu gedor-gedor. Terus kami liat, jendela tuh gordennya kebuka, ada Icha ngeliat keluar, tapi langsung nutup gorden lagi. Kami gedor-gedor lagi, terus pintu dibuka sama Iche. Demi Allah, aku, Vero, Bang Awi, Gilang, sama Ejak liat KALIAN SEMUA BANGUN. Icha bangun, duduk, sambil bilang "Janganlah ganggu aku" abis itu tidur lagi. Sathia bangun, garuk-garuk kepala, terus tidur lagi. Ama (Rahma, red) bangun, duduk bentar, tidur lagi. Iche, bangun bukain pintu, terus tidur di pojokan kasur, trus baru tidur di tempat semula. Aku liat semuanya BANGUN."

Waw. Asli, cerita Rani bikin kami merinding. Soalnya, TAK ADA SATUPUN dari kami yang merasa dirinya terbangun malam itu. Kalau hanya satu dua orang yang tak sadar, okelah. Ini kami semua tak sadar. Is it possible? No, i think it's not. Dan lagi, Rani bilang kami bangun dengan mata terbuka. Kalau saya pribadi, bangun dengan mata terbuka, pasti ada yang saya ingat. Tapi, tidak! Tak ada satupun yang saya ingat malam itu.

Kami bertanya pada saksi mata. Ya, mereka memang bilang kami semua terbangun. Bahkan mereka mengatai kami jahat, karena mengunci Rani di luar sendirian. Ya ampun.. kami beneran heran!

Lalu, pagi nya saat saya bangun, saya menemukan handphone saya diatas kasur Icha dan Rani, dalam keadaan menyala. Sinyalnya juga menyala. Dan dalam keadaan Low Battery. Loh? Perasaan, tadi malam, saya matikan sinyal sekaligus handphone saya, demi menjaga batrenya yang udah tinggal setengah bar. Masalahnya, colokan listrik hanya ada satu. Jadi kami nge charge hape ganti-gantian. Makanya, begitu tau hape saya udah nyaris kritis, saya matikan saja. Eh, gataunya pagi-pagi udah hidup. So.. siapa yang ngidupin?

Ah ya. Rani juga bercerita. Saat selesai mandi pertama kali, Rani memasukkan kembali sabun serta sampo nya ke dalam tas mandi, lalu ia tarok di luar kamar mandi. Esoknya, saat dia mau mandi, sabun dan sampo nya sudah terletak manis di kamar mandi. So.. siapa yang mindahin?

Setelah itu kami pulang ke Pekanbaru, berangkat sekitar jam 10 pagi. Kami singgah dulu di pabrik Koko Nako. Kami sampai di Pekanbaru sekitar jam 7 malam.

Perjalanan PKL kali ini, menyisakan pertanyaan-pertanyaan tak terjawab buat kami.

1. Suara apa dan siapa saat kami berada di kamar mandi?
2. Siapa yang mengunci Rani di luar kamar?
3. Siapa yang menghidupkan handphone saya?
4. Siapa yang mindahin sabun dan sampo Rani?

PKL kali ini, menambah pengalaman kami.

Oh ya, saya lupa. Kamar kami, Kamar 22, menang dalam kategori kamar terbersih loh! Hehehe.

Udahan deh. Capek ngetik. Sori kalo ga jelas ya..

WASSALAMUALAIKUM!


cheers,

Rahma

Tuesday, June 29, 2010

PKL KE TEMBILAHAN (Part 1)

ASSALAMUALAIKUM!!

saya pengen berbagi cerita seputar PKL (Praktek Kerja Lapangan) ke Tembilahan. Yah, sebenarnya ini diwajibkan bagi yang kelas 11, tapi entah mengapa banyak juga yang ga ikut. Anak kelas 10 boleh ikutan juga, tapi banyak juga yang ga ikut. Alasannya sih, masalah biaya. Memang rada mahal sih. Tapi selagi ayah saya mau bayarin, dan temen saya ada yang ikut, why not?

Anak TdC yang ikut sedikit sih. Cuma saya, Sathia, Iche, Rani, Vero, Utik, Embun, Icha, Doli, Ejak, Ubai, Yudha, Razif, Gilang.... siapa lagi ya? Doh, saya lupa. Yah segitulah. Sepertiga kelas cuma. Kami naik bus besar, gabung dengan kelas lain. Tapi ada satu penyusup dari kelas lain, yaitu Bang Awi, yang harusnya di Bus 3 malah nyasar ke Bus 1. Yaiyalaaah, nemenin Verooo ;)

Perjalanan di mulai jam sepuluh malam hari Sabtu dari SMAN 1. Harusnya sih jam 8. Tapi guru-guru pada ngaret gitu loh, jadilah pergi nya jam 10. Awal-awal perjalanan, masih happy happy aja. Belum pada tepar. Karna ga ada yang bisa dikerjakan, akhirnya saya tidur aja. Sekitar jam 12an, saya bangun karena merasa bus oleng kesana kemari. EALAH rupanya si abang supir nyetir ngebut banget! Ya ampun, saya sport jantung! Soalnya, jalan yang ditempuh itu kecil, dan lagi saat itu sedang hujan. Dan si abang supir NGEBUT! Yeah, NGEBUT! Paraaaaaaaah.. sejak itu tidur saya ga nyenyak deeh..

Terus.. kami sampai di sebuah rumah makan sekitar jam 3an. Walah, saya pikir berhenti sebentar aja buat ke wc. Gataunya? Nginep di bus! Parah! Cacaaat! Satu bus mengutuk si abang supir. Kata kakak yang jadi guide bus kami, Kak Iyut, sebenarnya jadwal nyampe ke rumah makan ini jam 5an. Tapi bisa disingkat sampe jam 3. Parah ya si abang supir?!

Akhirnya satu bus tepar jam 3 itu, dan saya bangun sekitar jam 5. Rupanya teman saya si Iche juga udah bangun. Kami berdua pergi ke WC yang ada di samping rumah makan itu. WC nya.. parah. Oh God. Cobaan banget ini mah. Air WC itu bikin gatel. Pas kembali ke bus, kami nanya sama Kak Iyut, ntar mandi dimana. Kata Kak Iyut, mandi di sini aja. Waw, mata saya dan Iche langsung membuesar. Gila aja! Pake air itu? Euuuuhh.. trus kata Kak Iyut, ga mandi juga gapapa. Kan ntar nyampe penginapan langsung mandi.

Saya dan Iche berpikir, mandi ngga ya. The problem is, we get the 'M'. Ga mungkin dong kita ga mandi? Err.. tapi mengingat airnya kaya gitu.. males juga. Akhirnya kita putusin buat ga mandi. Cuma cuci muka, gosok gigi, dan mengganti 'itu'.

Perjalanan lanjut ke Makam Sultan Indragiri. Wiw, makamnya panjang banget gan, sekitar 17 meteran. Terus katanya itu baru setengah. Wow, orang zaman dulu gede-gede ya..

Perjalanan dilanjutkan. Tujuan selanjutnya adalah Pabrik Koko Nako, sejenis nata de coco gitu deh. Sebenernya yang ini melenceng dari jadwal. Tapi.. ya apa mau dikata. Parampaa enak mainnya (?). Ralat, apa mau dikata, kita kan ngikutin kemana bus pergi.

Saya ikut rombongan masuk ke pabrik itu. Kita dijelasin langkah-langkah pembuatan nata de coco, minyak kelapa, dan tepung kelapa. Terus kita diajak masuk ke pabriknya. Tapi waktu itu lagi ga beroperasi. Jadi ga seru deeeeh.

karena kepanjangan.. bersambung ke part 2 deeeeeeeh... jangan lewatkan part 2 nya, karena bakal ada yang serem-serem, hohoho..

WASSALAMUALAIKUM!

cheers,

Rahma

Monday, June 28, 2010

GERMANY - ENGLAND | 4 - 1

Assalamualaikum!

Halooo, sesuai kata saya tadi, saya nulis blog yang baru lagiii...

Oke, kali ini tentang pertandingan bola antara Jerman dan Inggris, yang dimenangkan oleh Jerman, dengan skor 4-1.

Sebenarnya, sejak awal, saya itu mendukung penuh 4 tim: Jerman, Inggris, Argentina, Spanyol. Tapi yang benar-benar saya dukung sepenuuuuuuuuuuuh hati, ya JERMAN. Saya emang udah cinta sama Jerman dari dulu, dan cintaaaaaa sekali pada Miroslav Klose. He plays soccer very well and he has a handsome face too, hoho. Yah, saya kan normal, sukanya sama yang ganteng ganteng dooong.

Lanjut. Jadi.. saya benar-benar bingung mau dukung yang mana. Akhirnya, dengan berat hati, saya setia dengan Jerman.

Pertandingan awal, as usually, not too hot. Masih adem ayem aja. Dan, klimaks mulai naik saat Klose mencetak gol di menit ke 20. Waw, saya langsung teriak dan langsung nge-tweet deh. Ehe, anak jaman sekarang..

Sejak gol pertama, mata saya madep tivi mulu. Dan akhirnya, di menit ke 32, Lukas Podolski mencetak gol kedua untuk Jerman. Lagi, saya histeris. Lagi, saya nge-tweet.

Lalu, di menit ke 37, Matthew Upson dari Inggris mencetak satu angka. Saya turut senang juga loh, seriusan deh. Terus di menit ke 38, Frank Lampard menendang bola, dan bolanya mantul sampai tiang. Nah, disini saya emosi. EMOSI BERAT.

Jelas banget di kamera, bola nya itu lewatin garis, tapi malah dibilang ga gol. Lampard juga udah teriak-teriak senang, dan dalam sekejap teriakan senangnya berganti menjadi teriakan marah. Woo, saya juga histerisan marah di rumah! Ga terima dong! Saya kan juga suporter nya Inggris! Beneran deh, hakim garis buta banget matanya. Bola nya udah lewat garis gitu loh, dibilang ga sah! Sampai-sampai, malam itu "Wasit Goblog" jadi Trending Topic di Twitter. Memang parah. Jujur aja, saya kasiaaaaaan sekali melihat wajah Lampard. Wajah senang yang sejurus kemudian berganti menjadi wajah marah dan sedih. Huhu, sabar yah Akang Lampard tayang..

Lanjut. Babak pertama berakhir dengan 2-1, yang unggul di Jerman. 2-1? Harusnya 2-2!! <-- masih emosi.

Terus, di babak kedua, Thomas Mueller mencetak gol di menit ke 67 dan 70. Hasilnya bertahan sampai habis. 4-1. Harusnya 4-2!! <-- masih emosi.

Adik saya bilang, seandainya gol yang kedua itu disahkan, belum tentu Jerman yang menang. Saya pikir, benar juga. Bisa jadi Inggris menjadi down gara-gara hal itu. Saya beberapa kali melihat wajah Lampard yang di close-up, dan memang, jelas sekali wajahnya kecewa dan down.

Lalu ada juga yang bilang, kejadian itu adalah karma dari World Cup tahun 1966, dimana bola Inggris yang saat itu TIDAK melewati garis, dinyatakan sah. Yah, tahun ini kebalikannya.

Di pertandingan ini, saya jatuh cinta pada permainannya Klose (as always), Podolski, Mueller, Lampard, Gerrard, Neuer, dan Oezil.

Klose, saya memang fans dia dari dulu, dan permainannya di pertandingan ini cemerlang sekali.

Podolski, tidak ada julukan "dodolski" seperti saat pertandingan Jerman - Serbia beberapa hari lalu. Podolski bermain asik sekali.

Mueller, cinta karena gol nya saja sih, hahahaha :D

Lampard, dari dulu saya suka sama Lampard, dan walau dia agak "mandul" di pertandingan kali ini, tapi teteup, saya suka permainannya.

Gerrard, alasan saya sama seperti Lampard, hanya saja Gerrard terlihat lebih stabil, apalagi dialah yang mengumpan kepada Upson dan akhirnya menghasilkan gol (sepenglihatan saya).

Manuel Neuer (Germany's Keeper), seriusan, saya cinta sekali pada kegesitannya menangkap bola dari Inggris. Dia termasuk dalam bintang Jerman malam itu!

Lalu, Mesut Oezil. Saya sejak pertandingan Jerman versus Serbia, sudah melihat ketangkasan anak satu ini. Wajahnya juga cute sekali. Sejak itu, saya nge fans sama dia, tapi saya ga tau namanya. Akhirnya, saat saya googling, voila! Dialah Mesut Oezil! Pemain Jerman berdarah Turki. Pantas saja wajahnya berbeda dari orang Jerman yang lain. Permainannya di laga ini mantap sekali. Dialah yang memberikan umpan pada Mueller di menit ke 70, hingga gol.

Yah, intinya, saya senaaaaaaaaang sekali Jerman menang, apalagi dengan skor yang jauh bedanya. Tapi, saya juga sedih melihat Inggris harus pulang.

Mengutip kata-kata saya di Twitter: "England, even you lost for this match, you're still the best for your supporter"

Yak, Inggris masih menjadi yang terbaik untuk para suporternya.

Sekian deh cerita saya. It has been late nite. Good late nite, everyone :)



cheers,

Rahma

LIBURAN~

Assalammualaikum!

Yuhuuu~ Rahma is back! Mana dong tepuk tangannya?

*hening*

Err.. yah. Thanks deh hehehe

Sebenernya, saya pengen banget nge post tentang.. mm.. tentang.. yah, 'sesuatu' deh. Tapi berhubung ini udah malam, jadi saya takut. Besok siang aja deh hohoho

Sekarang saya pengen cerita tentang liburan. Sebenarnya.. tak ada yang bisa diceritakan sih. Liburan saya hanya di rumah. DI RUMAH. Catat itu saudara-saudara. Menyedihkan ya?

Yah, memang menyedihkan. Tapi tetap saja, Allah pasti memberikan sesuatu yang ga sedih sedih amat. Eh, saya ngomong apa tah? Ga ngerti deh -,-

Walaupun liburan hanya di rumah, tapi saya tetap banyak kegiatan. Seperti menyapu, beresin rumah, nyuci piring.. menyedihkan? Ya, teteup.

Selain pekerjaan rumah, saya juga ada kerjaan dari sekolah nih, yaitu: Rapat MOS. JENG JENG JEEEEENG. Yak, rapat MOS. Saya bisa ngebayangin, saya nge-MOS anak baru. Mungkin dialognya kaya gini ya:

Saya: DEK! NAMA KAKAK SIAPA DEK?! NAMA KAKAK SIAPAAAAAAA???!!!
Junior: Kak.. Kak Rahma, Kak...
Saya: KOK TAU KAMU DEK?! KOK TAU KAMUUUUUUUUUUU???!!!!
Junior: Itu.. ada.. ada di bet nama Kakak..
Saya: ............................................................

Haha. Sungguh tidak lucu bila kejadian seperti itu benar-benar terjadi! Mm.. kalo boleh dibilang, saya ini bukan kakak kelas yang galak looh. Bener deh. Saya bangga banget loh punya junior. Banggaaaaaaaa sekali. Pernah saya berdialog dengan teman saya yang sejenis sama saya, si Risse a.k.a Iche, saat melihat anak SMP berserakan di sekolah saya.

Saya: Iche! Iche! Liat, kita punya adek kelaaaaaaaasss!!!
Iche: Yaudah, deh.

Waw. Betapa kejamnya Iche. Kata-kata singkat itu nusuk abis. Ya, pokoknya gitu deh. Kalo ada adek kelas yang bilang, "Kak..." sambil senyum pas papasan sama saya, hati saya langsung berbunga-bunga, mawar melati semuanya indah. Rasanya senang sekali mempunyai adek kelas. Ada sensasi tersendiri. Dan sampai sekarang, belum ada loh adek kelas yang ngelunjak sama saya. Iya dong, saya kan ramah *kibas jilbab*. Ngga deng, sebenernya karna saya bukan tipe kakak kelas yang populer. Krik krik krik.

Lah, jadi ngaco ya. Lanjut ke liburan deh.

Jadi selain rapat MOS, saya punya misi lain: membaca komik-komik yang terabaikan. Yak, komik saya, buanyaks sekali yang belum terbaca, karena memang semester dua yang lalu ini saya sibuk sekali. Ga sempet baca deh.

Selain baca komik, saya juga bertugas untuk menyelesaikan cerbung. Hoaah. Agak... jenuh rasanya. Tapi harus tetap lanjut! HARUSS!!! *kayak ada yang baca aja -,-*

Terusss.. ntar tanggal 1 kakak saya pulang. Dia bakalan bawa banyak dipidi. Hehehehe. Jadilah nanti liburan saya diisi dengan menonton dipidi. Oh iya! Menonton bola juga jangan lupa.

Aaaaaaaaargh. Tangan saya capeeeeek. Udahan dulu deh. Saya masih pengen ngepost blog, sekali lagi. Goodnite, bloggers :)



cheers,

Rahma

Saturday, June 26, 2010

ALHAMDULILLAH! :D

helooooo~
saya lagi seneng! tau kenapaa? mau tau? hah? ngga? -__-"
lanjut deh.

saya baru aja nerima rapor, dan dapat hasil yang.. yah, memuaskan, saya bilang.
saya dapet ranking 1 lagi! wohooooooooooooo~ \m/

seneng banget loh. yah gimana ngga, saya rasa ya, di semester ini, nilai saya turun anjlok-anjlokan. gataunya... naik. YEAH!! seneng banget ya Allaaaaaaaaaaah~

terus yah terus yah. pas pengumuman penjurusan.. SAYA MASUK IPAAAAAA!! waw, senengnya dobel. emang pada dasarnya aku pengen ke IPA deh hehehehe.

yaa.. cuma mau bilang makasih sama Allah. kalo ga karena izinNya ga akan deh aku ngeraih semua prestasi itu.

dan juga kepada keluargaku, tanpa mereka, saya ga bisa seperti ini.

kepada teman temanku, TdC, thanks for your support, guys! (wait. emang ada yang support saya? jegerrrrrrrr -_-)

err... tunggu. saya.. berasa menang Oscar deh. ha-ha. lupakan. biasa deh, mengautis.

tadi, saya sempat-sempatnya mengautis dan membele di sekolah. hasilnya? temen-temen saya pada bilang: KAYA GINI BENTUK JUARA SATU?

....
....
....

PRET. biar deh, emang udah suratan takdir saya seperti ini HAHAHAHA. err.. makin lama makin ga jelas yah isi postnya? -_- yaudah deh. seeya on the next post!


cheers,

Rahma

Friday, June 25, 2010

Tour de Clubbing

Tour de Clubbing, atau dapat disingkat dengan TdC, adalah kepanjangan dari Ten Four de Club English. Yup, we're English Class.

Kami, di awal-awal berjumlah 36 orang, hasil saringan PSU di SMA Negeri 1 Pekanbaru. Kami melewati dua kali tes tertulis dan satu kali interview atau wawancara. Dan terpilihlah kami, 36 anak.

Di saat yang lain enak-enakan ongkang-ongkang kaki di rumah menikmati liburan, kami justru mengikuti matrikulasi. Semacam program untuk pengenalan SMAN 1 dan penyatuan materi. Acara matrikulasi berakhir di Alamayang. Dan ada satu peristiwa yang tak akan aku lupa, yaitu saat namaku, Risse Melyansari, Ahmad Faiz Mubarok, dan Bobby Bimantara dicatat sebagai siswa yang kabur, atau bahasa kerennya, cabut. Dicatat! Bahkah sebelum kami resmi jadi siswa SMAN 1. But, actually, we're not really "cabut". Kami hanya.. berselisih paham kok. Ya hanya itu. Mungkin guru-gurunya saja yang membesar-besarkan, dan malah menuduh kami pembohong. Yaaaah.. whatever deh, teachers..

Setelah matrikulasi, barulah kami disatukan dalam satu kelas. Sayangnya, satu kelas hanya ditempati 32 anak. Maka, ada 4 anak yang mencar ke kelas lain. Jadilah kami satu kelas. Kelas yang dinamai TdC a.k.a Tour de Clubbing a.k.a Ten Four de Club English.

Di semester pertama, dua anak pindah ke aksel. Mereka adalah Atikah Chairunnissa dan Floris Wardhani. Lalu di pertengahan semester, ada satu anak yang pindah ke kelas lain, Chintya Nabila. Dan di akhir semester, pianis kami pindah ke Jakarta, Fania Hafila.

Di awal semester dua, ada tiga anak pindahan dari sekolah lain, dan satu anak pindahan dari kelas lain. Mereka adalah Doli Ananta Putra, Ovi Febrian, dan Rialdi Maulana. Serta M. Reza HDP. Keempat anak ini awal-awalnya kalem. Ujung-ujungnya? Autis.

Autis? Yak, kata itu yang tepat menggambarkan pribadi masing-masing anak TdC. Semuanya, autis. Salah satu anak TdC (Nurin Shabrina) berkata: Luar Artis, Dalem Autis! Mantap deh hahaha. Ada juga yang bilang (lupa namanya): Luar Elegan, Dalem Edan! Hahaha pas banget buat TdC.

Tiap hal yang dilalui TdC, pasti deh ada dokumentasinya. Dari yang ga penting kaya latian ED, sampe yang penting kaya show ED nya. Pagelaran juga gitu. Kami kelas Bahasa Inggris, tapi kami tak menang ED. Malu? Tidak. Santai saja. Biasa saja. Di pagelaran, kami hanya dapat piala sebagai Juara 2 Modern Dance. Jujur saja. Satu juara ini ga cukup buat kami. Karena, musik kami terbilang bagus sekali. Bahkan ada kolaborasi nya. Sangat bagus. Tapi mengapa tak menang? Entahlah. Yang jelas, saat itu kami down sekali, karena sebelumnya sudah yakin bakal menang.

Kami memiliki walikelas yang.. errr... baik. Ah, ga usah bahas walikelas deh. Yang lain aja okay okay?

Mau bahas yang lain... tapi apa? Yaudah deh, segini dulu saja ya. Saya mau balik ke buku kas dan melototin angka-angka ga jelas. Bye.

cheers,

Rahma

halo! come back!

halooooo~
sudah lama rasanya saya punya ini blog, hehehe
akhirnya saya kembali lagi loh!
iya! saya kembali lagi!
tepuk tangan dong semuanya!

*siiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing*

oh. oke. ehem. jadi intinya saya mau nyoba nyoba ngeblog lagi deh! hehe *ga nanya*
dimulai dari nge blog tentang kelas saya ya! abis nge post yang ini insyaAllah lanjut deh hehe
segini dulu aja deh. let's move to next post! :D


cheers,

Rahma